People come and go…
"Dia pergi, kamu juga pergi. Lantas, haruskah aku bertemankan sepi?"
Awan putih cemerlang itu nampak mendung. Walau sinarnya mampu menerangi seisi kota kecil ini dengan hebatnya, tetap saja itu mendung. Tidak banyak kesenangan dari suasana suram yang semakin lama bisa menimbulkan lamunan kemalasan. Aku menguap kecil, beberapa kali, karena kosongnya suasana di toko terang benderang yang sepi pengunjung ini.
Lalu, dalam diam inilah terlintas kembali suatu pemikiran mengapa aku dibiarkan sendiri lagi.
Iri melihat teman kerjaku yang memiliki pertemanan mengharukan yang terus terjaga selama beberapa waktu. Telah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas, kami sama-sama memiliki kehidupan masing-masing sekarang. Yang membedakan, dia masih tetap berteman dekat dengan para sahabatnya. Sedangkan aku tidak.
Sempat terpikirkan bahwa mungkin saja, mungkin, diriku yang salah, tidak bisa menjaga kedalaman tali persahabatan kami selama beberapa tahun ini. Tak apa, toh, aku sudah merelakannya.
Menit berganti jam hingga akhirnya tahun yang baru terus menambah jumlah hitungannya. Karena bangsatnya dunia, aku hanya mampu bekerja di kota tempat kelahiranku kembali. Tidak mungkin menyalahkan keadaan karena bagaimanapun juga, diriku sendiri yang tidak berani mengambil langkah maju agar bisa semakin bergerak ke depan.
Di awal yang baru ini, aku kembali menemukan tambatan pelipur lara dari para sahabat yang baru. Beberapa tahun terlewati, namun nahasnya, lagi-lagi kami tidak mampu melewati badai bencana. Aku...kembali ditinggalkan.
"Apa aku yang salah hingga menjaga tali pertemanan daja tidak bisa?"
"Bagaimana aku bisa melepaskan orang-orang yang sangat menyenangkan seperti mereka semudah membuang oksigen yang sudah menjadi karbondioksida begini? Tidak masuk akal."
"Salahku karena tidak menghubungi mereka yang kini sudah bahagia dengan perjalanan barunya."
Pikiran serupa terus merongrong otak dan kewarasanku hingga sekian lamanya. Lama, sangat lama, hingga sanggup merubah kepribadianku yang dulunya ceria dan hangat menjadi lebih pendiam dan mati rasa.
Rupanya, pola pikirku yang salah. Tidak ada yang namanya kesalahan dalam perpisahan. Yang sebenarnya terjadi hanyalah siklus yang terus berputar. Orang-orang akan datang, lalu pergi. Orang yang pergi, akan bertemu dengan orang yang baru lagi. Begitupun dengan aku. Mereka yang pergi dan menghilang dariku, pastinya akan diganti dengan orang yang baru lagi.